Tuesday 4 December 2012

Negara yang Tak Peduli...


Masih ada hubungannya dengan  note Body Kutho Utek Ndeso

Mengunjungi berbagi tempat di pelosok Kab Kediri untuk mengadakan kajian Al Qur’an. Di satu sisi salut dengan semangat para orang tua yang berusaha belajar membaca Al qur’an meski usia sudah senja.  Namun yang sering kali membuat hati ini seperti teriris adalah alasan para orang tua tersebut.

“ Lha riyin mboten mikir ngaos mbak, sing penting nyambut damel, nguripi anak-anak” . Begitulah potret masyarakat di negeri ini, mereka terpaksa mencurahkan seluruh tenaga untuk bertahan hidup. Membanting tulang memeras keringat mencari sesuap nasi, membiayai pendidikan anak.

“ Kulo nggih mboten ngertos, namung saged poso lan solat, niku mawon nggih tumut tiyang-tiyang  mboten ngertos nopo syarat rukun”. Potret masyarakat yang tak mendapatkan informasi bahkan demi melindungi aqidah dan kewajiban mereka terhadap  Allah yang menciptakan mereka.

“ Mugi-mugi kula taksih saged blajar ngaos nggih mbak. Kulo wiwit rumiyen niku ndableg. Nggih sekolah, tapi blas mboten diwulang ngaji Qur’an. Nggih saged pelajaran lintunipun tapi kok nggih boten kepikiran blajar ngaji”. Tak hanya dulu, sekarang pun tak jauh berbeda. Sekarang tak lulus UN adalah aib yang luar biasa, namun buta huruf hijaiyah sudah biasa. Orang tua bingung mencari bimbingan persiapan ujian namun santai anaknya tak naik evaluasi iqra’. Orang tua stres try out anaknya jelek, namun tak peduli anaknya belum pernah mengkhatamkan Al-Qur’an.

“ Teng mriki mboten wonten ingkang mucal ngaji mbak, lha wong ndeso. Radosanipun nggih rusak , nglewati mbulak”. Ah ... kalo masalah ini saja mereka tak peduli. Tapi ketika masa kampanye, pelosok desa pun disasar. Poster calon dimana-mana. Begitlah suara mereka hanya berharga saat pemilu saja

Padahal ini masih satu masalah saja, yaitu membaca Al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat Islam. Agama resmi yang diakui negara.  Belum terkait dengan kewajiban-kewajiban lain. Belum masalah sholat, puasa, menutup aurat, mendapatkan makanan yang halal dan thoyyib dan lain sebagainya. Ini hanyalah hukum yang terkait dengan individu. Belum sistem ekonomi, sistem pergaulan, sistem pendidikan, sistem pemerintahan yang jelas juga diatur dalam Islam.

Sebuah fakta, negara ini dijalankan oleh penguasa yang tak peduli,mau rakyatnya sholat, mau tidak puasa, tidak menutup aurat, hobi judi, hobi miras, mau berpegang teguh pada hukum Allah, mau mencampakkannya, mau bermaksiat sama sekali tak peduli.

Sebuah fakta, negara ini menganut sistem kapitalis. Sistem yang muncul akibat perlawanan ilmuwan terhadap kebijakan gereja di Eropa. Sebuah fakta gereja tak bisa menjawab tantangan kemajuan jaman. Wajarlah jika ilmuwan tak mau diatur hukum gereja yang memang tak lengkap dan hanya menghambat aktivitas mereka sebagai ilmuwan (dulu waktu SD pernah baca di buku bhs. Indonesia tentang kisah Copernicus n Galileo yang pendapatnya waktu itu menjadi kontroversi, tapi belum ngeh kalo yang mempermasalahkan adalah pihak gereja). Akhirnya lahirlah, sebuah kesepakatan. Gereja tak perlu ikut campur urusan negara, jadilah agama dipisahkan dari kehidupan, fashluddin ‘anilhayah. Agama diakui namun tak boleh digunakan untuk mengatur negara.

Begitu pula dengan negeri ini. Mengakui agama tapi berpegang teguh pada demokrasi yang mengijinkan manusia membuat hukum. Tak ada dalam undang-undang negeri ini kewajiban untuk belajar sekaligus mengaplikasikan agama. Umat Islam tak kenal Al Qur’an, umat Kristen tak kenal Injil, orang Budha tak menguasai Tripitaka tak kan jadi masalah. Karena memang itu dianggap urusan pribadi. Negara tak berhak ikut campur. Dengan kata lain rakyat mau masuk surga, mau masuk neraka tak pernah memikirkan.

Namanya juga sistem kapitalis, kapital alias modal yang berkuasa. Yang punya harta lebih berpeluang menikmati fasilitas. Yang mempunyai modal yang akan menentukan kebijakan. Yang miskin dan bodoh hanya akan menjadi korban. Sungguh sistem kejam yang membuat manusia tergila-gila pada dunia dan lalai terhadap kehidupan akhirat. Sistem sampah yang membuat manusia terjerembab dalam kenistaan karena menjalani hidupnya semata dalam rangka menuruti hawa nafsunya. Sistem yang mengagungkan kebebasan. Bebas berperilaku, bebas memiliki apa pun, bebas berpendapat, bebas beragama (termasuk pula berpindah agama, tak terikat pada hukum agama). Tak ada bedanya dengan hewan yang tak ambil pusing  dengan aturan sang Pencipta (tapi perasaan tak ada hewan mbalelo dengan kodratnya dech...)

Sebuah fakta, negara ini tak mempunyai kesungguhan menjaga akidah umat. Negara ini adalah negara kapitalis yang menjalankan negara ibarat perusahaan. Penguasa produsen rakyat konsumen. Tak ada produsen yang tak ambil untung. Semua kebijakan hanya demi keuntungan penguasa semata.

Tak peduli akidah umat rusak yang penting keuntungan masuk ke saku penguasa. Lihat saja betapa banyak budaya primitif perusak akidah yang dilestarikan pemerintah demi mengumpulkan pundi-pundi uang. Masyarakat dibiarkan memelihara adat istiadat syirik. Pemerintah tak pernah mencerdaskan umat bahwa itu semua bisa menjurumuskan mereka pada murka Allah. Ah... kok masalah yang tak terindra di dunia, masalah sepele saja,yaitu membaca kitab suci sama sekali tak ada usaha optimal apalagi masalah kesejahteraan rakyat tentu tidak akan menjadi prioritas. Penguasa kapitalis hanya akan mengurus kepentingan para pemilik modal saja.

Sudah nampak dengan jelas, sistem negeri ini dijalankan atas dasar aturan yang dibuat manusia. Aturan yang hanya menuruti hawa nafsu belaka. Maka pantas jika hanya menimbulkan bencana.

Sangat berbeda dengan sistem Khilafah. Sistem yang dijalankan berdasarkan akidah Islam namun juga akan mengayomi warga negaranya yang non Islam. Khilafah tegak dalam rangka menerapkan hukum Allah Sang Pencipta manusia. Hanya ada kebaikan dalam sistem khilafah. Semua yang mengancam, menistakan dan menodai kehormatan manusia sebagai makhluk paling mulai  tak akan diijinkan. Itu semua dilakukan demi menjaga martabat manusia.

Warga negara akan mengutamakan ketaqwaan, masyarakat saling mengingatkan dalam kebaikan, negara menyejahterakan rakyatnya di dunia dan menyelamatkan rakyatnya dari panasnya api neraka. Sungguh khilafah akan mengajak semua warga negaranya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Muslim dan non muslim akan hidup berdampingan.

Khalifah sebagai pemimpin khilafah adalah pemimpin yang amanah, mendedikasikan hidupnya untuk menerapkan hukum Allah dalam rangka menyejahterakan warga negara. Khalifah adalah pemimpin yang akan menjadi perisai bagi warga negara.

Sejarah membuktikan, khilafah pernah memimpin peradaban dan berkuasa di 2/3 bagian dunia. Khilafah bukan institusi yang membumihanguskan wilayah yang dikuasai, bukan institusi pengusir warga non muslim, mengeksekusi mati orang-orang kafir. Buktinya daerah yang dulu pernah dikuasai khilafah tetap ada warga non muslim, bukti mereka tetap hidup dalam naungan khilafah ( umat kristen di Mesir, katholik juga masih bercokol di Eropa padahal hampir seluruh Eropa pernah tunduk pada kekuatan Islam, masih ada orang Hindu di India).  Khilafah adalah satu-satunya sistem yang memanusiakan manusia. Khilafah adalah janji Allah. Khilafah adalah sebuah kewajiban, karena menerapkan aturan Islam menjadi kewajiban setiap muslim, secara otomatis menegakkan institusi yang bisa menerapkan hukum Islam adalah kewajiban pula.

Tak ada yang lain, terus berjuang menegakkan khilafah adalah satu-satunya pilihan. Tetap mengajarkan baca tulis al Qur’an sambil mengedukasi umat dengan mabda’ (Ideologi) Islam. Mencerdaskan umat dengan pemikiran Islam.  Menjalani semua hukum Islam yang terkait dengan invidu, sembari mewujudkan institusi khilafah yang akan menerapkan hukum Islam secara kaffah.

No comments:

Post a Comment